Gurunya: Google

Ahlul bid”ah sering menuduh ikhwan salaf yang aktif berdakwah atau menshare artikel keislaman di fb, twitter dan media sosial lainnya, gurunya MBAH GOOGLE.

Perkara menuduh, itu gampang, karena semua orang punya mulut untuk bicara dan punya tangan untuk menulis. Semua orang bisa, sekalipun orang bodoh.

Belajar lewat google atau lewat FB dan media lainnya dengan membaca tulisan-tulisan para ulama dan ustadz-ustadz salaf sangatlah mendukung, untuk kita lebih memahami dan mengamalkan islam dengan baik.

Walaupun tetap belajar duduk di majlis taklim dengan para ustadz yang terpercaya keilmuannya dan lurus manhajnya itu lebih utama, sedangkan media hanya untuk mendukung dan menambah wawasan.

Menuduh secara mutlak teman-teman salaf yang aktif berdakwah di media, guru dan ilmunya mbah google, ini merupakan tuduhan dari orang-orang bodoh. Faktanya, banyak diantara mereka yang duduk belajar di majelis-majelis ilmu, belajar di pondok-pondok pesantren baik di dalam maupun diluar negeri, belajar di Universitas Islam Madinah, Universitas Umm Al Quro, LIPIA dan perguruan-perguruan tinggi lainnya, bahkan banyak diantara mereka yang menjadi dosen, guru-guru di pesantren.

Tuduhan mereka hanya ingin merendahkan dan meremehkan serta menutupi kejahilan mereka. Tapi biarkanlah dengan kicauannya. Jangankan kita, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Syeikh Muhammad Bin Abdul Wahab, Syekh Al Albani, dikatakan tidak ada gurunya.

Igauan mereka merupakan kebodohan yang paling bodoh. Bagaimana ketiga ulama itu tidak ada gurunya, belajar bahasa arab saja (nahwu sharaf) tidak bisa belajar sendiri. Apalagi menulis kitab, perlu menguasai kaidah-kaidah dalam menulis. Lihatlah kitab-kitab mereka, baik yang tipis maupun yang tebal yang jumlahnya puluhan bahkan ratusan kitab.

Dan bagaimana mungkin mereka juga tidak punya guru (tidak secara langsung ahlul hawa menuduh ketiga ulama itu bodoh), sedangkan mereka memiliki murid-murid yang mayoritas menjadi ulama. Sekali lagi, ini tuduhan dari orang-orang yang tidak berakal, kalau mereka bertiga tidak mempunyai guru.

Kami para salafiyyin akan terus belajar sampai kematian menjemput, karena kebutuhan terhadap ilmu melebihi kebutuhan terhadap makan dan minum. Terserah orang mau bilang apa, mau bilang tidak ada guru, mau bilang gurunya google dan lain sebagainya.

Berkata al-‘Allamah asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah:

فالإنسان في حاجة الى العلم إلى أن يموت . مجموع الفتاوى ٧١/٦

“Manusia membutuhkan ilmu sampai mati.” (Majmu’ al-Fatawa 6/71).

Berkata Imam Ahmad rahimahullah:

الناس إلى تعلم العلم أحوج منهم إلى الطعام والشراب. لأن الرجل يحتاج إلى الطعام والشراب فى اليوم مرة أو مرتين ، وحاجته إلى العلم بعدد أنفاسه (مدارج السالكين لإبن القيم رحمه الله ٢/٤٢٠ ) ا

Manusia lebih butuh terhadap ilmu dari pada makan dan minum. Karena seseorang itu butuh kepada makan dan minum dalam sehari sekali atau dua kali saja, tetapi kebutuhan dia kepada ilmu sepanjang nafasnya “. Madarijus Salikin Ibnul Qayyim 2/420.

AFM

“Ustadznya Salafi Nggak?”

Pertanyaan orang awam saat akan mengikuti pengajian, “Ustadznya salafi nggak?”, adalah pertanyaan BAGUS.

Artinya, ia peduli dengan ilmu yang akan ia dapat dan keselamatan agamanya. Tinggal dijawab saja, salafi atau bukan salafi. Kalau malas menjawabnya, biarkan saja. Toh, tidak setiap pertanyaan harus dijawab.

Kalau ada ustadz atau pengajar yang keberatan akan pertanyaan ini dan menjadikannya bahan ejekan, bisa jadi ia:

a. memang bukan salafi tapi ngaku-ngaku salafi
b. khawatir ceramahnya nggak laku
c. khawatir ditinggalkan jama’ah, karena ia hidup dari kuantitas jama’ah.

Ustadz Dony Arif Wibowo

Bahaya Berguru kepada Mubtadi’

Berguru kepada mubtadi’ bisa menyebabkan tercabutnya kebencian terhadap bid’ah dari hati orang yang berguru tersebut. Sedikit demi sedikit ia akan memandang suatu perbuatan bidah atau ucapan bid’ah atau keyakinan bid’ah sebagai salah satu sudut pandang yang ada di antara beragam keberadaan sudut pandang lainnya hingga akhirnya ia pun akan memandang biasa perbuatan/ucapan/keyakinan bid’ah.

-HW ibn tato WW-

Mudharat: Antara Pelaku Maksiat dan Bid’ah

Mudharat dari pelaku maksiat hanyalah mengenai dirinya sendiri. Sementara ahlul bid’ah mudharatnya menimpa khalayak ramai.

Fitnah pelaku maksiat hanya terkait dengan syahwat. Sementara fitnah ahlul bid’ah terkait dengan pokok² agama.

Ahlul bid’ah mengintai manusia diatas jalan Allah yang lurus, lalu menghalangi mereka dari jalan tersebut. Sementara pelaku maksiat tdak demikian.

Ahlul bid’ah merusak sifat² Allah sekaligus kesempurnaanNya, sedangkan pelaku maksiat tidak demikian.

Ahlul bid’ah menentang apa yang dibawa Allah dan RasulNya, memutus jalan akhirat bagi manusia. Sementara pelaku maksiat tidak demikian.

Iblis berkata, ” Aku membinasakan anak Adam dg dosa, namun mereka balik membinasakanku dengan istighfar. Lalu aku menyebar bid’ah ditengah mereka, sehingga merekapun berbuat dosa, tetapi tidak bertaubat. Mereka menyangka telah berbuat baik

Ad – Daa’ Wad Dawaa’ / Ibnul Qayyim rahimahullah

Kerugian Hakiki Kaum Musyrikin

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

قُلْ اَفَغَيْرَ اللّٰهِ تَأْمُرُوْٓنِّيْۤ اَعْبُدُ اَيُّهَا الْجٰـهِلُوْنَ

“Katakanlah (Muhammad), “Apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, wahai orang-orang yang bodoh?””

(QS. Az-Zumar 39: Ayat 64)

اَ لَا لِلّٰهِ الدِّيْنُ الْخَا لِصُ ۗ وَا لَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِهٖۤ اَوْلِيَآءَ ۘ مَا نَعْبُدُهُمْ اِلَّا لِيُقَرِّبُوْنَاۤ اِلَى اللّٰهِ زُلْفٰى ۗ اِنَّ اللّٰهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِيْ مَا هُمْ فِيْهِ يَخْتَلِفُوْنَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِيْ مَنْ هُوَ كٰذِبٌ كَفَّا رٌ

“Ingatlah! Hanya milik Allah agama yang murni (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata), “Kami tidak menyembah mereka melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” Sungguh, Allah akan memberi putusan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta dan orang yang sangat ingkar.”

(QS. Az-Zumar 39: Ayat 3)

وَلَـقَدْ اُوْحِيَ اِلَيْكَ وَاِ لَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكَ ۚ لَئِنْ اَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ

“Dan sungguh, telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, “Sungguh, jika engkau menyekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi.”

(QS. Az-Zumar 39: Ayat 65)

*****

Maka sangat rugi orang-orang yg berbuat syirik kepada Allah sebagaimana kafir Quraisy, yang menjadikan orang-orang shaleh yg sudah mati dan atau kuburannya sebagai perantara doa dan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Sebagaimana saat ini sebagian orang yang mengaku muslim menjadikan permintaan kepada Rasulullah, Syaikh Abdul Qadir Al Jilani, dan kuburan para mursyid mereka sebagai perantara doa. Musnah sia-sia semua amal mereka, dan mereka diancam kekal dalam api neraka. Na’udzubillahi min dzaalik.

Hendaknya manusia berhati-hati dengan lafadz-syair-lagu shalawat palsu yang isinya meminta pertolongan kepada Rasulullah, bahkan memposisikan Rasulullah sebagai dzat pemberi perlindungan, keselamatan dll yang hanya bisa dilakukan oleh Allah saja, karena ini sudah termasuk ke dalam syirik rububiyah yg menyebabkan seseorang kekal di neraka.

Abu Lahab dan Abu Jahal dan musyrikin Quraisy, merekapun merasa berada di atas kebenaran, mengklaim diri sebagai pengikut Ibrahim, menuduh Muhammad gila dan perusak tradisi nenek moyang dalam beribadah.

Abu Lahab berjenggot, bergamis, berbahasa Arab dengan sangat fasih, berwajah ganteng berseri kemerahan, berpostur gagah sempurna.

Tapi … mereka itulah kaum musyrikin yang dikutuk selamanya.

Padahal mereka mengakui keesaan Allah sebagai pencipta dan pemelihara manusia dan alam semesta, dan mereka merasa mewarisi keyakinan yang dibawa Ibrahim ‘alaihissalam.

Lalu di mana salahnya?

Salahnya adalah karena mereka memperantarai doa melalui orang-orang yang sudah mati, yang oleh sebab itu mereka jatuh ke dalam kesyirikan besar yang menyebabkan mereka keluar dari agama Nabi Ibrahim.

Bahkan mereka menolak dengan keras terhadap dakwah Rasulullah yang melarang mereka memperantarai doa kepada Allah melalui orang mati, mereka membubarkan dakwah Rasulullah bahkan memeranginya.

Kelakuan yang mirip dengan sebagian manusia yang mengaku sebagai muslim dan mengaku paling toleran.

Ahlul Bid’ah dan Miskin Adab

Ahlul bid’ah adalah orang-orang yg paling gak tau diri dan miskin adab. Bagaimana tidak, mereka berani membuat syari’at baru yg sudah jelas ada larangannya, namun mereka mencari-cari dalih pembenaran untuk melegitimasi perbuatannya dan membuat beragam alasan bahwa apa yg mereka lakukan tidaklah tercela.

Lalu agar orang lain percaya mereka pun mengarang-ngarang cerita bahwa amalan yg mereka buat sudah mendapat restu dan persetujuan dari Rasulullah baik itu melalui mimpi atau bahkan katanya bertemu langsung secara sadar.


Tapi lucunya, mereka mensyaratkan ijazah bagi siapapun yg hendak mengamalkan dan mengajarkan bid’ah yg mereka buat dan melarang mereka untuk mengubah & mengutak-atiknya entah itu dalam lafadz, jumlah, waktu, tempat ataupun urutannya.

Abdul Hakim

Antara Bani Israil Dan Para Sahabat

Dulu Bani Israil diuji dengan ikan. Mereka dilarang mengambil ikan di hari sabtu, ternyata ikan tak pernah datang kecuali hari sabtu, maka mereka pun berbuat hiilah (tipu daya). Mereka memasang jaring di hari Jum’at dan mengangkatnya di hari Ahad dalam keadaan penuh dengan ikan-ikan. Allah berfirman,

‎وَاسْأَلْهُمْ عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ إِذْ يَعْدُونَ فِي السَّبْتِ إِذْ تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعًا وَيَوْمَ لَا يَسْبِتُونَ لَا تَأْتِيهِمْ كَذَلِكَ نَبْلُوهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ

“Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik” (QS. Al A’raf : 163).

Maka Allah murka dan mereka dijadikan babi dan kera, kemudian tak bertahan lama lalu mati. Lihat firman Allah,

‎فَلَمَّا عَتَوْا عَنْ مَا نُهُوا عَنْهُ قُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ

“Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: “Jadilah kamu kera yang hina” (QS. Al A’raf: 166).

Dijelaskan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu’anhum,

‎فجعل [ الله ] منهم القردة والخنازير . فزعم أن شباب القوم صاروا قردة والمشيخة صاروا خنازير

“Allah ta’ala menjadikan mereka sebagai kera dan babi. Disebutkan bahwa yang masih muda dari kaum tersebut dijadikan kera, dan yang sudah tua dijadikan babi” (Tafsir Ibnu Katsir).

Kemudian dalam Tafsir Al Baghawi dikatakan,

‎قال قتادة : صار الشبان قردة والشيوخ خنازير فمكثوا ثلاثة أيام ثم هلكوا ولم يمكث مسخ فوق ثلاثة أيام ولم يتوالدوا

“Qatadah berkata: mereka dijadikan kera-kera muda dan babi-babi tua, kemudian mereka hidup selama 3 hari lalu dibinasakan, tak ada yang bertahan lebih dari 3 hari, dan mereka tidak berkembang biak”. Wal ‘iyaadzubillah.

Sekian tahun setelahnya, para sahabat Rasulullah juga mendapat ujian yang mirip dengan bani israil. Yakni tentang larangan berburu ketika ihram. Allah berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَيَبْلُوَنَّكُمُ ٱللَّهُ بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلصَّيْدِ تَنَالُهُۥٓ أَيْدِيكُمْ وَرِمَاحُكُمْ لِيَعْلَمَ ٱللَّهُ مَن يَخَافُهُۥ بِٱلْغَيْبِ ۚ فَمَنِ ٱعْتَدَىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُۥ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sesuatu dari binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu supaya Allah mengetahui orang yang takut kepadaNya, biarpun ia tidak dapat melihatNya. Barang siapa yang melanggar batas sesudah itu, maka baginya azab yang pedih”. (QS. Al Maidah : 94).

Perjalanan antara Madinah menuju Mekkah itu tak sebentar, dulu membutuhkan waktu hingga 7 hari, dan pasti begitu melelahkan dan menghabiskan tenaga maupun harta. Maka di tengah perjalanan tersebut Allah datangkan ujian menggiurkan berupa hewan buruan yang sangat banyak, yang begitu mudah ditangkap dengan tangan atau sekedar cukup ditombak. Dan para sahabat, tak satupun dari mereka berani untuk melanggar. Radhiyallahu ‘anhuma ajma’in.

Sebagian manusia masa kini diuji dengan dunia serta kesibukan pekerjaannya, seringkali menggiurkan namun haram dan terlarang dalam syariat. Maka siapa yang berani melanggarnya sejatinya dia sedang meneladani bani israil yang Allah murkai. Dan siapa yang berhasil menjauhinya karena Allah maka dia sedang mengikuti jalannya salafush shalih, salaful ummah para sahabat Nabi yang mulia.

Fahmi Akbar

https://fahmiakbar.com/2022/08/16/antara-bani-israil-dan-para-sahabat/

Su’ul Khatimah Ahlul Bid’ah

Kufur dan banyak mengerjakan amalan² bid’ah adalah faktor utama su’ul khatimah.

Mengikuti pendapat yg menyimpang dg bertaklid atau su’ul fahm. Ketika tabir tersingkap (saat sakaratul maut) barulah sadar bahwa semua keyakinan dan seluruh jenis amalan menyimpang tanpa dasar.

Ibnu Faridh umar bin Ali al Hamawi, wafat 632 H meyakini al Ittihad atau kawula manunggaling gusti. Ketika menghadapi sakaratul maut ia mendendangkan dua bait syair yg mengekspresikan kesengsaraan dan kebinasaan nya sambil menangis;

“Apabila kalian masih menyimpan rasa cinta kepadaku sebagaimana yg telah kulihat,
maka aku telah menyia² kan usiaku”

“Sebuah harapan agar jiwaku mendapatkan nya selama beberapa lama, dan sekarang aku yakin semua itu hanyalah fatamorgana”.

Ia menyatakan demikian setelah melihat kemurkaan Allah. Dan diperlihatkan kepadanya hakikat keyakinan dan amalnya.

Sangat sedikit ahlul bid’ah yg meninggal dunia dengan membawa iman dan husnul khatimah.

Agung Bursyaga

Hakekat Tasawuf

Tasawuf adalah istilah yang sama sekali tidak dikenal di zaman para sahabat radhiyallahu ‘anhum bahkan tidak dikenal di zaman tiga generasi yang utama (generasi sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in). Ajaran ini baru muncul sesudah zaman tiga generasi ini. (Lihat Haqiqat Ash Shufiyyah hal. 14).

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, “Adapun lafazh “Shufiyyah”, lafazh ini tidak dikenal di kalangan tiga generasi yang utama. Lafazh ini baru dikenal dan dibicarakan setelah tiga generasi tersebut, dan telah dinukil dari beberapa orang imam dan syaikh yang membicarakan lafazh ini, seperti Imam Ahmad bin Hambal, Abu Sulaiman Ad Darani dan yang lainnya, dan juga diriwayatkan dari Sufyan Ats Tsauri bahwasanya beliau membicarakan lafazh ini, dan ada juga yang meriwayatkan dariHasan Al Bashri” (Majmu’ Al Fatawa 11/5).

Kemudian Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwasanya ajaran ini pertama kali muncul di kota Bashrah, Iraq, yang dimulai dengan timbulnya sikap berlebih-lebihan dalam zuhud dan ibadah yang tidak terdapat di kota-kota (islam) lainnya (Majmu’ Al Fatawa, 11/6).

Berkata Imam Ibnu Al Jauzi: “Tasawuf adalah suatu aliran yang lahirnya diawali dengan sifat zuhud secara keseluruhan, kemudian orang-orang yang menisbatkan diri kepada aliran ini mulai mencari kelonggaran dengan mendengarkan nyanyian dan melakukan tari-tarian, sehingga orang-orang awam yang cenderung kepada akhirat tertarik kepada mereka karena mereka menampakkan sifat zuhud, dan orang-orang yang cinta dunia pun tertarik kepada mereka karena melihat gaya hidup yang suka bersenang-senang dan bermain pada diri mereka. (Talbis Iblis hal 161).

Dan berkata DR. Shabir Tha’imah dalam kitabnya Ash Shufiyyah Mu’taqadan Wa Maslakan (hal. 17) “Dan jelas sekali besarnya pengaruh gaya hidup kependetaan Nasrani -yang mereka selalu memakai pakaian wol ketika mereka berada di dalam biara-biara- pada orang-orang yang memusatkan diri pada kegiatan ajaran tasawuf ini di seluruh penjuru dunia, padahal Islam telah membebaskan dunia ini dengan tauhid, yang mana gaya hidup ini dan lainnya memberikan suatu pengaruh yang sangat jelas pada tingkah laku para pendahulu ahli tasawuf.” (Dinukil oleh Syaikh Shalih Al Fauzan dalam kitabnya Haqiqat At Tasawwuf, hal. 13).

Dan berkata Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir dalam kitab beliau At Tashawuf, Al Mansya’ wa Al Mashdar hal. 28 “Ketika kita mengamati lebih dalam ajaran-ajaran tasawuf yang dulu maupun yang sekarang dan ucapan-ucapan mereka, yang dinukil dan diriwayatkan dalam kitab-kitab tasawuf yang dulu maupun sekarang, kita akan melihat suatu perbedaan yang sangat jelas antara ajaran tersebut dengan ajaran Al Quran dan As Sunnah. Dan sama sekali tidak pernah kita dapati bibit dan cikal bakal ajaran tasawuf ini dalam perjalanan sejarah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum yang mulia, orang-orang yang terbaik dan pilihan dari hamba-hamba Allah ‘azza wa jalla, bahkan justru sebaliknya kita dapati ajaran tasawuf ini diambil dan dipungut dari kependetaan model Nasrani, dari kebrahmanaan model agama Hindu, peribadatan model Yahudi dan kezuhudan model agama Budha” (Dinukil oleh Syaikh Shalih Al Fauzan dalam kitabnya “Haqiqat At Tashawuf” hal. 14).

Dari keterangan yang kami nukilkan di atas, jelaslah bahwa tasawuf adalah ajaran yang menyusup ke dalam Islam, hal ini terlihat jelas pada amalan-amalan yang dilakukan oleh orang-orang ahli tasawuf, amalan-amalan asing dan jauh dari petunjuk islam. Dan yang kami maksudkan di sini adalah orang-orang ahli tasawuf zaman sekarang, yang banyak melakukan kesesatan dan kebohongan dalam agama, adapun ahli tasawuf yang terdahulu keadaan mereka masih lumayan, seperti Fudhail bin ‘Iyadh, Al Junaid, Ibrahim bin Adham dan lain-lain. (Lihat kitab Haqiqat At Tashawwuf tulisan Syaikh Shalih Al Fauzan hal. 15)

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/407-hakikat-tasawuf-1.html

Penulis: Ust. Abdullah Taslim, Lc., MA.

Silakan di-share…

Penting tapi Bukan yang Terpenting

Belajar bahasa Arab itu penting, bahkan penting sekali.. Tapi bukan yang paling penting..

Seorang dari kalangan terpandang dan berpakaian dari sutera, melewati majelis Imam Malik -rahimahullah-, lalu ia dapati sang imam melakukan kesalahan dalam tata bahasa Arab, maka ia pun berkata: “Kenapa kedua orang tuanya tidak mengeluarkan dua dirham saja supaya ia belajar nahwu?”

Imam Malik mendengarnya lalu menanggapi:

لان تعرف ما يحل لك لبسه مما يحرم عليك خير لك من ضرب عبدالله زيدا، وضرب زيد عبدالله.

“Engkau tahu mana baju yang halal dan mana yang haram kau pakai, itu lebih baik bagimu daripada membedakan antara “Abdullah memukul Zaid” dan “Zaid memukul Abdullah”

Diriwayatkan dari Malik bin Dinar bahwa ia berkata:

تلقى الرجل وما يلحن حرفا وعمله لحن كله

“Engkau jumpai ada orang yang satu huruf pun ia tidak keliru dalam berbahasa, namun amalannya keliru seluruhnya!”

Maka sering kita temui orang yang menyerang dakwah ahlus sunnah, mereka mengandalkan ilmu nahwu, sharaf dan balaghah yang mereka miliki untuk menunjukkan kefasihan mereka demi menutupi kekeliruan mereka dalam pemahaman terhadap sunnah. Sebagiannya lain menjadikan kefasihan dalam berbahasa untuk meremehkan du’at ahlus sunnah yang keliru. Semoga kita tidak termasuk di dalamnya.

Ustadz Ristiyan Ragil Putradianto

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑