Gurunya: Google

Ahlul bid”ah sering menuduh ikhwan salaf yang aktif berdakwah atau menshare artikel keislaman di fb, twitter dan media sosial lainnya, gurunya MBAH GOOGLE.

Perkara menuduh, itu gampang, karena semua orang punya mulut untuk bicara dan punya tangan untuk menulis. Semua orang bisa, sekalipun orang bodoh.

Belajar lewat google atau lewat FB dan media lainnya dengan membaca tulisan-tulisan para ulama dan ustadz-ustadz salaf sangatlah mendukung, untuk kita lebih memahami dan mengamalkan islam dengan baik.

Walaupun tetap belajar duduk di majlis taklim dengan para ustadz yang terpercaya keilmuannya dan lurus manhajnya itu lebih utama, sedangkan media hanya untuk mendukung dan menambah wawasan.

Menuduh secara mutlak teman-teman salaf yang aktif berdakwah di media, guru dan ilmunya mbah google, ini merupakan tuduhan dari orang-orang bodoh. Faktanya, banyak diantara mereka yang duduk belajar di majelis-majelis ilmu, belajar di pondok-pondok pesantren baik di dalam maupun diluar negeri, belajar di Universitas Islam Madinah, Universitas Umm Al Quro, LIPIA dan perguruan-perguruan tinggi lainnya, bahkan banyak diantara mereka yang menjadi dosen, guru-guru di pesantren.

Tuduhan mereka hanya ingin merendahkan dan meremehkan serta menutupi kejahilan mereka. Tapi biarkanlah dengan kicauannya. Jangankan kita, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Syeikh Muhammad Bin Abdul Wahab, Syekh Al Albani, dikatakan tidak ada gurunya.

Igauan mereka merupakan kebodohan yang paling bodoh. Bagaimana ketiga ulama itu tidak ada gurunya, belajar bahasa arab saja (nahwu sharaf) tidak bisa belajar sendiri. Apalagi menulis kitab, perlu menguasai kaidah-kaidah dalam menulis. Lihatlah kitab-kitab mereka, baik yang tipis maupun yang tebal yang jumlahnya puluhan bahkan ratusan kitab.

Dan bagaimana mungkin mereka juga tidak punya guru (tidak secara langsung ahlul hawa menuduh ketiga ulama itu bodoh), sedangkan mereka memiliki murid-murid yang mayoritas menjadi ulama. Sekali lagi, ini tuduhan dari orang-orang yang tidak berakal, kalau mereka bertiga tidak mempunyai guru.

Kami para salafiyyin akan terus belajar sampai kematian menjemput, karena kebutuhan terhadap ilmu melebihi kebutuhan terhadap makan dan minum. Terserah orang mau bilang apa, mau bilang tidak ada guru, mau bilang gurunya google dan lain sebagainya.

Berkata al-‘Allamah asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah:

فالإنسان في حاجة الى العلم إلى أن يموت . مجموع الفتاوى ٧١/٦

“Manusia membutuhkan ilmu sampai mati.” (Majmu’ al-Fatawa 6/71).

Berkata Imam Ahmad rahimahullah:

الناس إلى تعلم العلم أحوج منهم إلى الطعام والشراب. لأن الرجل يحتاج إلى الطعام والشراب فى اليوم مرة أو مرتين ، وحاجته إلى العلم بعدد أنفاسه (مدارج السالكين لإبن القيم رحمه الله ٢/٤٢٠ ) ا

Manusia lebih butuh terhadap ilmu dari pada makan dan minum. Karena seseorang itu butuh kepada makan dan minum dalam sehari sekali atau dua kali saja, tetapi kebutuhan dia kepada ilmu sepanjang nafasnya “. Madarijus Salikin Ibnul Qayyim 2/420.

AFM

Kita Ini Suka Aneh.

Merasa sakit hati sampai ke ubun-ubun saat dizalimi orang, dan berharap kehancuran orang yang menzalimi kita.

Kita selalu mengingatnya dan selalu ingat bahwa Allah maha keras siksa-Nya.

Padahal kezaliman tersebut adalah hukuman sebagai balasan atas kezaliman dengan damage level yang sama yang pernah kita lakukan di masa lalu kepada orang lain.

Tapi kita lupa dan hanya ingat bahwa Allah maha penyayang.

Wahai Para Anak Lelaki, Renungkanlah …

Kemarin sore seorang teman menunjukkan sebuah foto yang ada di WAG RT-Nya. Mayat dua orang sepuh yang sudah membengkak, menghitam dan mulai berair. Saya hanya melihat sekilas karena tidak punya cukup nyali memandangnya lekat.

Jenasah kakek nenek itu ditemukan beberapa hari setelah kematiannya oleh menantu dan tetangga. Tak ada yang tahu persis kapan mereka berdua wafat. Kata polisi kemungkinan sudah dua minggu lebih berlalu. Mereka meninggal tanpa kata, tanpa pamit dan yang pasti tanpa didampingi oleh anak, menantu dan cucu-cucunya.

Bukan karena mereka tak punya, namun tak ada satu pun anak yang bisa menemani dan merawat mereka di hari-hari tuanya. Anak-anak mereka tinggal di luar kota. Saya ikut sesak menahan air mata…
Lelaki sepuh itu akhirnya meninggal dalam keadaan duduk bersandar pada kursi kayu di ruang tamunya.

Lelaki itu sehar-harinya adalah suami yang merawat istrinya yang stroke dan sudah tidak bisa beraktivitas apapun kecuali berbaring di tempat tidur. Polisi memperkirakan kematian lelaki sepuh ini terjadi lebih dulu. Istrinya menyusul wafat kemudian, banyak orang mereka-reka : sang istri meninggal karena selama berhari-hari tak makan minum atau melakukan aktivitas lainnya, karena sang suami yang selama ini menjadi satu-satunya ‘perawat’ terlebih dahulu meninggal dunia.

Bisakah anda bayangkan keadaan mereka berdua ? saat sang istri memanggil suaminya berkali-kali dalam resah namun tak ada jawaban apapun. Resah bukan saja karena ia sendiri merasa lapar, sakit dan tak berdaya. Namun mengkhawatirkan keadaan belahan jiwa namun tak bisa berbuat apa-apa karena badan tak lagi bisa digerakkan bersebab stroke menahun.

Sang suami juga tak bisa mengabarkan siapapun untuk menggantikannya merawat istri tercinta. Kematian datang tanpa mengucapkan salam pemberitahuan. Begitu tiba-tiba dan sangat nyata.

Mereka berdua meninggal di dalam rumah mereka sendiri. Rumah yang menjadi saksi saat pernikahan mereka bermula, saat mereka melahirkan anak demi anak. Membesarkan anak-anak mereka dari bayi merah, hingga akhirnya bisa merangkak perlahan, berjalan, berlari … dan akhirnya pergi sendiri-sendiri menapaki jalan takdirnya.

Menjadi orang tua memang adalah jalan panjang untuk melepaskan seorang anak agar mampu menjalani kehidupan mereka sendiri … karena itulah mengapa kisah pengasuhan anak menjadi rumit. Karena pengasuhan karena telah melibatkan berjuta ragam emosi dan kenangan. Anak-anak lahir dari Rahim ibunya, membawa DNA bapaknya, besar dengan keringat dan airmata orang tuanya : namun bukan milik orang tuanya.

Orang tua harus ridho melepaskan anaknya menjalani peran kehidupannya sendiri, suatu waktu. Bahkan saat sang anak memutuskan untuk pergi mengembara menggapai mimpi-mimpi mereka
Dan bagi orang tua, ternyata berpisah dengan anak itu bukan urusan mudah.

Meski teknologi membuat kita bisa menatap wajah keriput mereka di layar HP, ternyata taka da yang bisa mengobati rindu sebaik dekapan hangat dan ketulusan cinta. Sebanyak apapun uang tak akan bisa membeli perhatian, senyuman, dukungan dan pelayanan tulus.

Saya menuliskan ini bukan hendak menyalahkan si anak atau keluarganya, saya pun tak tahu persis apa kesulitan mereka. Saya hanya ingin menuliskan catatan untuk diri saya sendiri. Karena saya dan suami pun juga tinggal jauh dari orang tua.

Dua momen bude dan pakde saya meninggal pun saya tak bisa takziah langsung, dada saya sesak setiap kali mengingatnya. Sudah tak mampu memuliakan mereka saat hidup, ternyata saya pun tak bisa memuliakan jenasahnya sebelum dikubur selamanya . semoga Allah memberikan kami kekuatan dan kesempatan menyempurnakan bakti pada orang tua dan mertua.

Mereka adalah pintu surga yang terbuka. Berbuat baik pada mereka bahkan lebih didahulukan daripada jihad. Menafkahi mereka adalah keutaamaan yang besar. Bersabar atas mereka adalah pahala yang besar dihadapan ALLAH.

Waktu berlalu, usia mereka bertambah, badan mereka makin lemah, kematian semakin mendekat. BUkan tentang kematian mereka, namun juga tentang jatah kematian diri kita. Adakah yang bisa menjamin bahwa kita bisa setua mereka dan punya waktu untuk melanjutkan mimpi yang tak ada habisnya ?

PULANGLAH

Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berkata “Saya berbai’at kepadamu untuk berhijrah dan berjihad, aku mengharapkan pahala dari Allah.” Beliau bertanya, “Apakah salah satu orang tuamu masih hidup?” Ia menjawab, “Ya, bahkan keduanya masih hidup.” Rasulullah bertanya lagi, “Maka apakah kamu masih akan mencari pahala dari Allah?” Ia menjawab, “Ya.” Maka beliau pun bersabda, “Pulanglah kepada kedua orang tuamu lalu berbuat baiklah dalam mempergauli mereka.” (HR. Muslim)

Pulanglah, ada surga yang bisa kita raih dalam bakti padanya. Pulanglah, ada berkah dan kebaikan yang besar yang akan kita dapatkan untuk memperbaiki kehidupan kita sendiri. Pulanglah, kesempatan terbatas dan tak bisa diulang. Sempatkanlah pulang, supaya kita bisa memohon maaf atas bakti yang tak sempurna, atas semua kedurhakaan dan belum mampunya kita membahagiakan mereka.
Pulanglah, karena sampai kita menjadi orang tua bagi anak-anak kita pun masih saja merepotkan mereka. Pulanglah, untuk mengucapkan terimakasih yang tak pernah cukup …

Jika mereka sakit hari ini, sungguh sakit mereka pun bisa jadi karena kita anak-anaknya. Masa muda dan kekuatan mereka berkurang untuk membesarkan kita anak-anaknya.

“Rindu itu berat, hidup dalam sepi tanpa anak cucu di akhir masa tua itu jauh lebih berat”

Sungguh tak ada orang tua yang ingin merepotkan anak-anaknya. Tak ada yang ingin sakit di masa lemahnya. taka da yang ingin berhitung budi dengan anak-anaknya. Mereka ikhlas.

Bukan orang tua yang sebenarnya membutuhkan anak-anaknya. Tapi justru anak-anaknya lah yang sangat membutuhkan orang tuanya. Karena sadar bahwa amal yang tak seberapa ini, dosa yang banyak ini hanya bisa lebur dengan amalan istimewa di mata ALLAH. Salah satunya adalah berbakti pada orang tua.

“Ridla Allah tergantung kepada keridlaan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua” [Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad (2), Ibnu Hibban (2026-Mawarid-), Tirmidzi (1900), Hakim (4/151-152)]

“Setiap dosa, Allah akan menunda (hukumannya) sesuai dengan kehendakNya pada hari Kiamat, kecuali durhaka kepada orang tua. Sesungguhnya orangnya akan dipercepat (hukumannya sebelum hari Kiamat).” [HR Bukhari]

Memang tak ada orang tua yang sempurna namun yang pasti bahwa setiap anak berhutang pada orang tuanya. Bukan tentang nominal angka-angka yang mereka habiskan untuk membesarkan dan mendidik kita, namun tentang cinta, ketulusan, perhatian, doa dan pegorbanan yang tak berbilang.

Maka, ketika seorang anak yang menggendong sang ibu bertawaf bertanya pada Ibnu Umar “apakah aku sudah membalas baktiku pada ibuku?”
“belum, bahkan engkau belum membalas satu tarikan nafas dan rasa sakitnya saat ia melahirkanmu”

Rabbifghfirli waliwali dayya warham humaa kamaa rabbayani shoghiroo….
29 januari 2017

Ninin Kholida

Catatan : mohon tidak ikut menyebarluaskan foto-foto almarhum. Selain tidak etis, hendaknya kita menjaga perasaan dan kehormatan almarhum dan keluarga. Empatilah, anda pun pasti sedih dan tak akan senang jika keluarga anda disebarluaskan foto2 kematiannya.

Ketenaran

Wahai orang-orang yang tertipu, ketahuilah bahwa ketenaran itu bukan nikmat, bukan pula rahmat, tapi ujian berat.

‎ Ustadz Yulian Purnama حفظه الله

“Ustadznya Salafi Nggak?”

Pertanyaan orang awam saat akan mengikuti pengajian, “Ustadznya salafi nggak?”, adalah pertanyaan BAGUS.

Artinya, ia peduli dengan ilmu yang akan ia dapat dan keselamatan agamanya. Tinggal dijawab saja, salafi atau bukan salafi. Kalau malas menjawabnya, biarkan saja. Toh, tidak setiap pertanyaan harus dijawab.

Kalau ada ustadz atau pengajar yang keberatan akan pertanyaan ini dan menjadikannya bahan ejekan, bisa jadi ia:

a. memang bukan salafi tapi ngaku-ngaku salafi
b. khawatir ceramahnya nggak laku
c. khawatir ditinggalkan jama’ah, karena ia hidup dari kuantitas jama’ah.

Ustadz Dony Arif Wibowo

Jangan Sebut Al Qur’an Berjalan

As-Syaikh Rabî’ hafizhahullâh berkata:

“Tidak boleh bagi kita berkata tentang nabi bahwasanya beliau adalah Qurân yang berjalan di atas bumi, sebab nabi itu makhlûq, sementara Al-Qurân kalâmullâh dan bukan makhlûq, yang benar akhlak beliau adalah Al-Qurân (Akhlak beliau mengamalkan Al-Qurân).”

[Fatâwâ Fîl ‘Aqîdah]

IG Penerjemah: @mencari_jalan_hidayah

Penjual Cilok, Cewek dan Lalat

Penjual cilok lebih paham cara menjaga kualitas daganganya, dibanding kebanyakan wanita yang tak mau menjaga auratnya.

Penjual cilok selalu sadar bahwa salah satu cara menjaga kualitas cilok jualannya ialah dengan menjaga agar ciloknya tidak dihinggapi lalat. Ciloknya ditutup, demi menjaga kualitas dan kepercayaan konsumen.

Namun anehnya banyak mbak mbak, atau teteh atau ukhti yang membiarkan betis, paha, bagian atas tubuhnya dihinggapi lalat di jalan jalan, warung warung, angkutan umum, sekolah dan lainnya.

Mereka abai bahwa bisa jadi lalat yang hinggap di pahanya itu sebelumnya hinggap di tumpukan sampah atau bangkai tikus.

Lebih parah lagi mereka seakan woles atau mungkin malah girang bila di anggota tubuh mereka hinggap pandangan lelaki nakal yang berusaha mengincipi putih pahanya dan mulus kulitnya.

Mungkinkah wanita wanita yang memamerkan auratnya tidak kawatir bila mereka bagaikan bunga bunga yang kehilangan madunya karena telah dijamah oleh kumbang kumbang liar, alias mereka tidak terjamin kualitasnya?

Mungkinkah cilok lebih penting untuk dijaga agar tidak dijamah lalat dibanding auratmu wahai kaum wanita?

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزْوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (surat al-ahzab 59.)

✍ Ust. Dr. Muhammad Arifin Badri

Sedikit-Sedikit Curhat di Medsos

Berlatih untuk tidak banyak kisah tentang aktifitas pribadi di media sosial itu adalah baik. Sangat positif. Dan membiasakan diri menceritakan apa-apa yang terpikir atau terjadi pada diri di media sosial itu negatif. Saking terbiasanya, kesulitan lebih dulu ditumpahkan di media sosial, sebelum ke Allah. Itu pun kalau memang kemudian ke Allah.

Orang-orang tidak peduli tentang Anda. Meskipun begitu, mereka selalu ingin menyimak cerita Anda. Lihat bagaimana buruknya manusia. Tertarik menyimak namun tidak peduli.

Dikecualikan jika aktifitas Anda positif, seperti mengajar, membantu orang, menebar amanat donasi dan seterusnya, yang bisa menginspirasi dan menenangkan pihak donatur. Itu pun tetap perlu waspada. Karena hembusan riya itu kerapkali halus. Awalnya rajin karena tulus. Karena terlena dan merasa aman, riya berhembus.

Berlatihlah untuk meminimalisir kisah tentang diri. Terlebih jika tidak ada manfaatnya dan sebatas curahan hati.

Akibat Interaksi Lawan Jenis yang Intens

Banyak terjadi perzinaan di dunia kantor akibat interaksi lawan jenis yg intens setiap hari.
.

Dulu pun saya pun pernah berada di posisi sebagai staff di beberapa perusahaan cukup besar , dan saya melihat sendiri banyak terjadi “main serong” di dunia perkantoran. Terlihat lumrah seorang pria menggombali istri orang. Wa iyyadzubillah.

.

Bahkan saya ada banyak pasien ruqyah, yang sumber gangguan jinnya dari sex bebas bersama teman di kantor. Allahul musta’an

.

Memang udah paling bener kalo wanita itu di rumah, kalopun mau kerja bantu suami, upayakan cari pekerjaan yg bisa remote dari rumah, ada digital marketing, ada web programming, ada mobile programming, ada ngajar private online (bahasa asing, pelajaran sma, sd, smp), open order kue online, dan masih banyak lagi.

Semoga Allah Ta’ala menjaga kita dari perzinaan

Akhuukum Fillah
~al Faqiir Abu Musa al-Fadaniy

Maksiat Membuat Semua Urusan Dipersulit

Tidaklah pelaku maksiat melakukan suatu urusan, melainkan dia akan menemui berbagai kesulitan dan jalan buntu dalam menyelesaikannya. Demikianlah faktanya.

Sekiranya orang itu bertakwa kepada Allah, niscaya urusannya dimudahkan oleh-Nya. Begitu pula sebaliknya, siapa yang mengabaikan takwa niscaya urusannya akan dipersulit oleh-Nya.

Alangkah mengherankan! Bagaimana mungkin seorang hamba menyaksikan pintu-pintu kebaikan dan kemaslahatan tertutup serta jalan-jalannya menjadi sulit, tetapi dia tidak mengetahui dari mana asalnya?

(Ad-Daa’ wad Dawaa’, Bab Dampak Negatif Maksiat dan Dosa, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. hal. 136).

Blog at WordPress.com.

Up ↑