Diantara dalil yang dipakai oleh mereka untuk membolehkan manusia memberontak dan mengadakan demo berjilid², adalah hadits berikut ini:
ﻣﻦ ﺭﺃﻯ ﻣﻨﻜﻢ ﻣﻨﻜﺮﺍ ﻓﻠﻴﻐﻴﺮﻩ ﺑﻴﺪﻩ ، ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﻳﺴﺘﻄﻊ ﻓﺒﻠﺴﺎﻧﻪ ، ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﻳﺴﺘﻄﻊ ﻓﺒﻘﻠﺒﻪ ، ﻭﺫﻟﻚ ﺃﺿﻌﻒ ﺍﻹﻳمان
“Barangsiapa di antara kalian yg melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya, jika tidak bisa maka dengan lisannya, dan jika tidak bisa juga maka dengan hatinya, yg demikian itu adalah selemah-lemahnya iman”.
(HR.Muslim)
Akhil habib,.
Hadits diatas adalah hadits umum, hadits diatas dibatasi dengan hadits hadits Nabi yg lebih khusus tentang perintah taat dan menasehati penguasa secara 4 mata, begitulah pr ulama salaf memahaminya. Seperti apa kata Imam as Syaukani dalam kitabnya, Nailul Author:
وقد استدل القائلون بوجوب الخروج على الظلمة ومنابذتهم بالسيف ومكافحتهم بالقتال بعمومات بالكتاب والسنة في وجوب الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر .ولا شك ولا ريب أن الأحاديث التي ذكرها المصنف في هذا الباب وذكرناها أخص من تلك العمومات مطلقا.
“Orang-orang yang mengatakan wajib memberontak, memerangi dengan pedang dan melakukan perlawanan terhadap pemimpin yang zhalim, mereka berdalil dengan dalil² umum dlm Al Qur’an dan Hadits yang berkaitan dengan perintah amar ma’ruf nahi munkar. Tidak diragukan lagi bahwa hadits² yang disebutkan oleh penulis dalam bab ini (Hadits² tentang kewajiban ta’at pada pemimpin zhalim dan larangan memberontak) lebih khusus daripada dalil² umum tersebut (yaitu hadis tentang perintah amar ma’ruf nahi munkar).
Ada kaidah; apabila ada dalil umum bertemu dengan dalil yg lebih khusus, maka dalil khusus lebih didahulukan daripada dalil yang sifatnya umum.
Lihatlah Nabi dalam hadits diatas menyebut kata “munkaron” yang artinya “kemungkaran” dengan lafadz nakirah (umum). Lafadz “munkaron” belum dibatasi oleh Nabi kemungkaran macam apa saja yg kita diperintahkan untuk mencegahnya dengan tangan (kekuatan). Lalu Nabi bersabda dalam hadits yg lebih khusus “man aroda an yanshoha lidzi sulthon fala yubdihi alaniyah/ kalau mau menasehati penguasa maka janganlah dia tampakkan dimuka umum” dan hadits² yg melarang kita untuk memberontak. Jadi, hadits diatas yg sifatnya masih umum di batasi dengan hadits² yg khusus dan lebih spesifik. Sehingga, kita memang diperintahkan untuk mengingkari kemungkaran sekuat kemampuan kita tapi terkait dengan kemungkaran² yg dibuat oleh penguasa maka ada cara tersendiri untuk mengingkarinya yg cara ini sudah ditetapkan oleh Allah dalam syariat.
Kalau anda sulit untuk memahaminya, maka saya berikan sebuah gambaran:
Misalnya ibu guru bilang “semua murid besok libur ya”.. kemudian (misalnya) ibu guru juga bilang “Andi, besok kamu masuk”. Maka, karena kalimat kedua sifatnya lebih spesifik dan lebih detail dr kalimat pertama, maka, kalimat kedua mengecualikan kalimat pertama, sehingga pengertiannya adalah “semua murid besok libur, kecuali Andi”.
Jadi, Nahi munkar kpd pemimpin negeri itu datangi dengan baik, ngomong empat mata bukan didepan umum, atau kirimi surat jika tak mampu, ini cara nahi munkar kepada pemimpin yg ditetapkan oleh agama (dalil²nya sudah sering saya sebutkan di status² yang lalu). Kalau anda tidak mampu untuk mendatangi penguasa, atau tidak bisa mengiriminya surat, atau sudah menyampaikan nasehat tapi tidak didengar, maka kata Nabi ingkari kemungkaran-kemungkarannya dengan hati. Baca lagi hadits Nabi shallallaahu alaihi wa sallam,
تسمع وتطيع للأمير وإن ضرب ظهرك وأخذ مالك فاسمع وأطع
“Dengarlah dan ta’atlah kamu kepada pemimpin, meskipun punggungmu digebuk dan hartamu dirampas, kamu tetaplah dengar dan ta’at”
(HR. Muslim)
Selama pemimpin itu masih muslim maka kata Nabi “ishbiruu (bersabarlah kalian) man kariha biqalbih wa ankaro biqalbih (siapa yg benci maka bencilah dengan hatinya, dan yg mengingkari maka ingkarilah dengan hatinya)”.
Sekarang, siapakah yg lebih baik petunjuknya dalam hal ini, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yg lebih baik petunjuknya, ataukah para du’at provokator itu yg lebih baik?! Siapa yg lebih kalian ikuti?
Bersabar bukan berarti membenarkan kezhalimannya atas kita, tapi dalam rangka menta’ati perintah Nabi shallallaahu alaihi wasallam ..
Ingat, di akhirat kita tidak akan ditanya tentang apa saja dosa pemimpin kita, tapi kita akan ditanya kenapa menyelisihi petunjuk nabi shallallaahu alaihi wasallam
Faishal Abu Ibrahim