Himbauan Untuk Para Muslimah Dari Seorang Muslimah

Saya mengimbau kepada saudari-saudari saya para muslimah agar lebih banyak membaca kisah-kisah para Nabi dan sahabat serta para salafus sholih.

Muslimah, biasanya cenderung mudah kagum dan baper terhadap figur-figur tertentu yang ia temui khususnya di sosial media. Mudah hanyut dalam untaian kata ataupun kisah sedih mendayu-dayu di sosial media. Dari situ, mulailah muncul rasa pengaguman, pengidolaan, seolah ialah panutan muslimah masa kini. Mulai dari me-like seluruh yang ia bagikan di sosial media, hingga membenarkan segala tindak tanduknya walaupun itu berbenturan dengan firman Allah dan Rasul-Nya.


Ketika dihadapkan kepada fakta, bahwa panutannya tidaklah sebaik yang ia tampilkan di sosial medianya, bahkan bertolak belakang di kehidupan nyatanya, segara saja mereka menjadi reaktif. Mati-matian membela panutannya seolah ia adalah Nabi yang suci dan tidak boleh sedikit pun dipandang buruk.

Kalau saja mereka mau lebih banyak membaca kisah-kisah para salaf yang penuh pelajaran bagi kehidupan, mungkin mereka akan malu dengan dirinya.
Kalau saja mereka mau meluangkan sedikit waktu untuk menengok kembali kisah orang-orang yang namanya diabadikan dalam sejarah Islam, maka itu jauh lebih berguna dibanding bersikukuh bahwa panutannya adalah yang terbaik.

Kisah tabahnya Hajar bersama Nabi Ismail yang ditinggal Nabi Ibrahim di tengah gurun kering kerontang.
Kisah tukang roti yang biasa beristighfar dan begitu ingin bertemu dengan Imam Ahmad.
Kisah sahabat Abdurrahman bin Auf yang ingin miskin saking takutnya dengan hisab tapi justru bertambah kaya.
Kisah anaknya Harun Ar-Rasyid yang jadi kuli panggul di pasar demi menghindari fitnah harta dan kekuasaan yang dimiliki bapaknya.

Dan masih banyak lagi kisah lainnya…
Semuanya itu nyata dan menambah kecintaan kita kepada agama yang mulia ini.
Kisah mereka jauh dari drama lebay nan mendramatisir.
Kisah penuh hikmah penyubur iman.

Kisah-kisah ini banyak tercantum dalam kitab-kitab ulama yang sudah banyak diterjemahkan. Marilah kita menyisihkan sedikit saja harta kita untuk membeli buku-buku tentang kisah mereka, tentulah itu menjadi harta yang bermanfaat dan termasuk harta yang dibelanjakan di jalan Allah. Harta itu juga yang nantinya bersaksi di hari kiamat kemana ia dibelanjakan.
Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua.

Ummu Onca

Jebakan Hizbiyyah atas Salafiyyun

Ana ditanya
A: Antum bersama radio itu ?
Ana: Gak,
A: atau radio anu ?
Ana: Gak
A: Atau TV anu ?
Ana: Gak.
Ana lanjutkan: Ketika kita belajar sunnah, maka wajib yang kita tonjolkan itu adalah sunnah bukan selainnya. Ketika kita menisbahkan diri kepada salafiy, maka yang harus kita kenalkan kepada ummat adalah sirah para salaf.


Adapun radio ini dan itu, tv ini dan itu, atau ustadz ini dan itu, mereka ini orang-orang belakangan yang menjadi wasilah untuk sampai kepada sunnah, terkadang mereka benar dan terkadang mereka salah.

Kata salaf: kalau kita harus mengambil teladan maka ambillah teladan kepada mereka yang telah mati (sahabat) bukan menyibukkan diri dengan orang-orang hidup yang dapat mendatangkan fitnah.
Dan karena banyak diantara kita terlalu sering menonjolkan bendera organisasi, yayasan, tokoh, dan semisalnya, maka kita lihat hari ini masih banyak diantara kita tidak tahu dan tidak hafal nama-nama ummahâtul mu’minîn, tidak hafal nama sahabat-sahabat besar, tâbi’în, maupun atba’ut tâbi’în.

Namun kalau disebutkan ust Fulân dan Allân ? Radio ini dan itu, ormas ono dan anu, di luar kepala mereka dan kita menjawab. Bahkan mereka dan kita berdebat diatas itu.
Lalu apa faidah kata salafiy yang kita nisbahkan kepadanya ?

(Ustadz Hanafi Abu Abdillah Ahmad)

Kriteria Memilih Guru

Imam An Nakha’i rahimahullah berkata;

Para salaf dahulu bila mendatangi seseorang untuk diambil ilmunya, mereka memperhatikan dulu bagaimana aqidahnya, bagaimana akhlaknya, bagaimana shalatnya, baru setelah itu mereka mengambil ilmu darinya.

(Diriwayatkan oleh Ad Darimi dalam Sunan-nya no 434)

Tidak Ada Hijrah kecuali Menjadi Seorang Salaf-y

Tidak ada hijrah kecuali kembali kepada bagaimana berislamnya generasi salaf, yaitu para Shahabat Rasulullah radhiyallahu anhum para tabi’in dan tabi’it tabi’in, karena mereka orang-orang yang sudah Nabi telah sebutkan sebagai generasi terbaik.
Mereka, para Shahabat yang Allah telah ridha atas mereka dan telah dijamin masuk surga. Bukan kemudian malah berhijrah ke firqah-firqah dan pemahaman sufi /tasawuf, khawarij dan takfiri, mu’tazilah dan jahmiyah, asy’ariyah dan maturidiyah dan filsafat.

Tidak ada hijrah kecuali menjadi seorang yang meneladani dan menimbang dirinya kepada salaf, kecuali memang seseorang ingin mampir ke neraka dulu.

Na’udzubillahi min dzaalik.

Kisah Seorang Budak yang Memandang Rendah atas Dunia

Ibnul Mubarak (TABI’UT TABI’IN) -rahimahullah- menceritakan kisahnya, “Saya tiba di Mekkah ketika manusia ditimpa paceklik dan mereka sedang melaksanakan shalat istisqa’ di Masjid Al-Haram. Saya bergabung dengan manusia yang berada di dekat pintu Bani Syaibah. Tiba-tiba muncul seorang budak hitam yang membawa dua potong pakaian yang terbuat dari rami yang salah satunya dia jadikan sebagai sarung dan yang lainnya dia jadikan selendang di pundaknya. Dia mencari tempat yang agak tersembunyi di samping saya. Maka saya mendengarnya berdoa, “Ya Allah, dosa-dosa yang banyak dan perbuatan-perbuatan yang buruk telah membuat wajah hamba-hamba-Mu menjadi suram, dan Engkau telah menahan hujan dari langit sebagai hukuman terhadap hamba-hamba-Mu. Maka aku memohon kepada-Mu Wahai Yang Pemaaf yang tidak segera menimpakan adzab, Wahai Yang hamba-hamba-Nya tidak mengenalnya kecuali kebaikan, berilah mereka hujan sekarang.””

Dia terus mengatakan, “Berilah mereka hujan sekarang.”

Hingga langit pun penuh dengan awan dan hujan pun datang dari semua tempat. Dia masih duduk di tempatnya sambil terus bertasbih, sementara saya pun tidak mampu menahan air mata. Ketika dia bangkit meninggalkan tempatnya maka saya mengikutinya hingga saya mengetahui di mana tempat tinggalnya.

Lalu saya pergi menemui Fudhail bin Iyyadh (TABI’UT TABI’IN) -rahimahullah-. Ketika melihat saya maka dia pun bertanya, “Kenapa saya melihat dirimu nampak sangat sedih?”

Saya jawab, “Orang lain telah mendahului kita menuju Allah, maka Dia pun mencukupinya, sedangkan kita tidak.”

Dia bertanya, “Apa maksudnya?”
Maka saya pun menceritakan kejadian yang baru saja saya saksikan.

Mendengar cerita saya, Fudhail bin Iyyadh pun terjatuh karena tidak mampu menahan rasa haru.

Lalu dia pun berkata, “Celaka engkau wahai Ibnul Mubarak, bawalah saya menemuinya!”
Saya jawab, “Waktu tidak cukup lagi, biarlah saya sendiri yang akan mencari berita tentangnya.”

Maka keesokan harinya setelah shalat Shubuh saya pun menuju tempat tinggal budak yang saya lihat kemarin. Ternyata di depan pintu rumahnya sudah ada orang tua yang duduk di atas sebuah alas yang digelar. Ketika dia melihat saya maka dia pun langsung mengenali saya dan mengatakan, “Marhaban (selamat datang –pent) wahai Abu Abdirrahman, apa keperluan Anda?”

Saya jawab, “Saya membutuhkan seorang budak hitam.”
Dia menjawab, “Saya memiliki beberapa budak, silahkan pilih mana yang Anda inginkan dari mereka?”

Lalu dia pun berteriak memanggil budak-budaknya. Maka keluarlah seorang budak yang kekar.
Tuannya tadi berkata, “Ini budak yang bagus, saya ridha untuk Anda.”
Saya jawab, “Ini bukan yang saya butuhkan.”

Maka dia memperlihatkan budaknya satu persatu kepada saya hingga keluarlah budak yang saya lihat kemarin. Ketika saya melihatnya maka saya pun tidak kuasa menahan air mata.

Tuannya bertanya kepada saya, “Diakah yang Anda inginkan?”
Saya jawab, “Ya.”
Tuannya berkata lagi, “Dia tidak mungkin dijual.”
Saya tanya, “Memangnya kenapa?”
Dia menjawab, “Saya mencari berkah dengan keberadaannya di rumah ini, di samping itu dia sama sekali tidak menjadi beban bagi saya.”
Saya tanyakan, “Lalu dari mana dia makan?”

Dia menjawab, “Dia mendapatkan setengah daniq (satu daniq=sepernam dirham –pent) atau kurang atau lebih dengan berjualan tali, itulah kebutuhan makan sehari-harinya. Kalau dia sedang tidak berjualan, maka pada hari itu dia gulung talinya. Budak-budak yang lain mengabarkan kepadaku bahwa pada malam hari dia tidak tidur kecuali sedikit. Dia pun tidak suka berbaur dengan budak-budak yang lain karena sibuk dengan dirinya. Hatiku pun telah mencintainya.”

Maka saya katakan kepada tuannya tersebut, “Saya akan pergi ke tempat Sufyan Ats-Tsaury dan Fudhail bin Iyyadh tanpa terpenuhi kebutuhan saya.”

Maka dia menjawab, “Kedatangan Anda kepada saya merupakan perkara yang besar, kalau begitu ambillah sesuai keinginan Anda!”

Maka saya pun membelinya dan saya membawanya menuju ke rumah Fudhail bin Iyyadh.
Setelah berjalan beberapa saat maka budak itu bertanya kepada saya, “Wahai tuanku!”
Saya jawab, “Labbaik.”

Dia berkata, “Jangan katakan kepada saya ‘labbaik’ karena seorang budak yang lebih pantas untuk mengatakan hal itu kepada tuannya.”
Saya katakan, “Apa keperluanmu wahai orang yang kucintai?”
Dia menjawab, “Saya orang yang fisiknya lemah, saya tidak mampu menjadi pelayan. Anda bisa mencari budak yang lain yang bisa melayani keperluan Anda. Bukankah telah ditunjukkan budak yang lebih kekar dibandingkan saya kepada Anda.”

Saya jawab, “Allah tidak akan melihatku menjadikanmu sebagai pelayan, tetapi saya akan membelikan rumah dan mencarikan istri untukmu dan justru saya sendiri yang akan menjadi pelayanmu.”
Dia pun menangis hingga saya pun bertanya, “Apa yang menyebabkanmu menangis?”
Dia menjawab, “Anda tidak akan melakukan semua ini kecuali Anda telah melihat sebagian hubunganku dengan Allah Ta’ala, kalau tidak maka kenapa Anda memilih saya dan bukan budak-budak yang lain ?!”

Saya jawab, “Engkau tidak perlu tahu hal ini.”

Dia pun berkata, “Saya meminta dengan nama Allah agar Anda memberitahukan kepada saya.”

Maka saya jawab, “Semua ini saya lakukan karena engkau orang yang terkabul doanya.”

Dia berkata kepada saya, “Sesungguhnya saya menilai –insya Allah– Anda adalah orang yang saleh. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memiliki hamba-hamba pilihan yang Dia tidak akan menyingkapkan keadaan mereka kecuali kepada hamba-hamba-Nya yang Dia cintai, dan tidak akan menampakkan mereka kecuali kepada hamba yang Dia ridhai.”

Kemudian dia berkata lagi, “Bisakah Anda menunggu saya sebentar, karena masih ada beberapa rakaat shalat yang belum saya selesaikan tadi malam?”

Saya jawab, “Rumah Fudhail bin Iyyadh sudah dekat.”
Dia menjawab, “Tidak, di sini lebih saya sukai, lagi pula urusan Allah Azza wa Jalla tidak boleh ditunda-tunda.”

Maka dia pun masuk ke masjid melalui pintu halaman depan.
Dia terus mengerjakan shalat hingga selesai apa yang dia inginkan.

Setelah itu dia menoleh kepada saya seraya berkata, “Wahai Abu Abdirrahman, apakah Anda memiliki keperluan?”

Saya jawab, “Kenapa engkau bertanya demikian?”
Dia menjawab, “Karena saya ingin pergi jauh.”
Saya bertanya, “Ke mana?”
Dia menjawab, “Ke Akhirat.”

Maka saya katakan, “Jangan engkau lakukan, biarkanlah saya merasa senang dengan keberadaanmu!”

Dia menjawab, “Hanyalah kehidupan ini terasa indah ketika hubungan antara saya dengan Allah Ta’ala tidak diketahui oleh seorang pun. Adapun setelah Anda mengetahuinya, maka orang lain akan ikut mengetahuinya juga, sehingga saya merasa tidak butuh lagi dengan semua yang Anda tawarkan tadi.”

Kemudian dia tersungkur sujud seraya berdoa, “Ya Allah, cabutlah nyawaku agar aku segera bertemu dengan-Mu sekarang juga!”

Maka saya pun mendekatinya, ternyata dia sudah meninggal dunia. Maka demi Allah, tidaklah saya mengingatnya kecuali saya merasakan kesedihan yang mendalam dan dunia ini tidak ada artinya lagi bagi saya.”

(Al-Muntazham Fii Taarikhil Umam, karya Ibnul Jauzy rahimahullah, 8/223-225)

Semoga Bermanfaat ! Baarakallahufiykum.

Al-Akh Abu Umar Andri Maadsa.

Salafy itu Salaf-y

Tidak ada istilah Salafy Garis Lurus atau Garis Miring. Ini istilah bid’ah & bentuk hizbiyah.
Mengikuti para salaf, itulah Salafy.

(Ust Yulian Purnama)

Jalan Para Salaf adalah Satu-Satunya Jalan Keselamatan

Kampung kita yang sesungguhnya itu akherat, setiap kita pasti pulang kesana.

Tapi bagaimana nasib kita disana akan berbeda-beda.

Agar selamat nanti di kampung akherat jalannya cuma satu yaitu beragama dengan manhajnya para sahabat / manhaj salafush shaleh.

Suatu saat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkisah,

خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا ثُمَّ قَالَ هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ هذه سبل و عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ ثُمَّ قَرَأَ {وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ}

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat sebuah garis lurus bagi kami, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan Allah’, kemudian beliau membuat garis lain pada sisi kiri dan kanan garis tersebut, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan (yang banyak). Pada setiap jalan ada syetan yang mengajak kepada jalan itu,’ kemudian beliau membaca,

{وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ}

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya” (Al An’am: 153)

Hadits shahih diriwayatkan oleh Ahmad dan yang lainnya)

Manhaj

Manhaj aqidah salaf itu sederhana dan mudah dipahami, walaupun oleh orang yang berpendidikan rendah. Masalahnya adalah niat betul mau memahami atau tidak (apalagi cuma mau cari-cari kelemahan), serta apakah Allah beri taufiq kepadanya.

Manhaj aqidah mu’tazilah itu penuh kemumetan dan kontradiksi, tapi banyak orang awam malah terseret ke dalamnya akibat terbawa gaul orang-orang yang terpelajar secara duniawi, lalu disangkanya terpelajar secara manhaj beragama.

Manhaj aqidah khawarij itu penuh kebencian dan amarah, tapi banyak orang awam dan ‘terpelajar’ terseret ke dalamnya, akibat syubhat dalam memahami khilafah, syubhat jihad yang salah kaprah, kompor firqah sesat semacam Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir. Mereka anggap dengan khilafah semua selesai. Mereka anggap tanpa khilafah Islam tidak bisa tegak. Padahal dalam diri-diri mereka sendiri dasar-dasar Islam belum tegak – terkait aqidah yang shahihah dan al wala’ wal bara’. Bukti-buktinya terlalu nyata dan jelas.

Manhaj aqidah sufiyah itu penuh kebingungan, takhayul, khurafat dan syirik yang membinasakan, tapi banyak orang awam dan terpelajar secara agama terseret parah ke dalamnya, akibat ghuluw terhadap tokoh, salah memilih guru dan tidak merujuk kepada pemahaman tiga generasi pertama.

Seringkali ketiga manhaj sesat mu’tazilah, khawarij dan sufiyah bersatu dalam diri seseorang. Walaupun secara inheren sebetulnya mu’tazilah agak berseberangan dengan sufiyah. Tapi ya memang demikian yang terjadi atas orang-orang yang kebingungan dalam beragama, yang ngajinya dari orang-orang yang nggak jelas sanad keilmuannya. Hanya sekedar mengandalkan ta’ashub dan ghuluw.

Taufiq dan hidayah sunnah itu mahal, bro …

Allahul musta’an.

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑